intelectual property.

you are welcome to look, read, study, and learn. you are welcome to link/share it. you are welcome to quote or rewrite some of my post, but please don't forget to mention me/link my site.
but you are not allowed and please don't take any of the picture (with or without watermark) from this site without my permission.

Saturday, March 4, 2017

Jogja Short Stay: 3 hari di Jogja - Makan Enak & Oleh-oleh Seru


Januari lalu aku kedatangan teman lama dari Vietnam bernama Thuy yang main ke Jogja untuk 3 hari. Kenal dan cuma ketemu sekali tujuh tahun yang lalu ketika dia baru lulus SMA dan aku kuliah aja belum lulus. Habis itu bisa dibilang ga pernah ngobrol, tapi heran deh rasanya tetap berasa selalu berteman. Yang namanya hubungan itu memang aneh. Haha.

Rumah kontrakan kami yang sederhana ini memang punya kamar extra, tapi karena saking malasnya dan jarang di rumah, selama ini cuma kami pakai sebagai gudang, dan siapapun yang nginap kami suguhi sofa bed yang ada di ruang TV. Pada suka tampaknya kalo bisa bobok ditonton TV yak. (^ ^);. Demi akomodasi ini, kami merestorasi kamar itu ke fungsinya yang sebenarnya. Ooooh.. kami cukup bangga dengan hasilnya!

ranjang single dari kayu= Rp.600.000
kasur busa single= Rp.400.000
karpet pelapis dinding yang lembab= Rp.25.000/meter

Hari nol: Rabu malam, 18 Januari 2017
Hari-H pun datang, menjemput Thuy di stasiun kereta Lempuyangan dari Bogor di kala hujan rintik-rintik #apaseh. Langsung bisa mengenali satu sama lain, karena meskipun kita sudah sama-sama kerja dan bukan anak sekolahan lagi, kita sama-sama punya gen awet muda! #narsesabes.

Sebelum sampai di rumah, kita mampirkan dulu tamu kita ke salah satu tempat makan fav kita: Angkringan Gadjah di Jl.Kaliurang (search aja pake google dah), langsung suka dia-nya! Bilang sate ayam yang dia ambil enak banget, sampai aku bilang kalo itu sate brutu (pantat ayam), ilfil dia trus dikasih aku! (harusnya aku bilang pas sudah habis ya #noted).
Kamu yang main ke Jogja dan pengen ngangkring tapi suasana berasa cafe yang njawani banget, coba deh tempat ini. Dia buka siang mpe jam 12 malam. Saranku datang yang sore-malam aja, biar bisa milih nasi kucing sesukanya. Banyak varian dan masakannya enak!


Everything was smooth, karena Thuy adalah tipe pengembara yang ga masalah dengan rumah kita yang lebih mirip sarang mahasiswa daripada pasangan suami istri. Dan ternyata oh ternyata, kemampuan ngobrol bahasa inggrisku yang sama sekali ga pernah dicoba ini lancar dengan mengejutkan, saking lancarnya jadi kayak words vomit. Ya karena jujur aja, siapa sih yang peduli grammar kalo lagi ngobrol? Bahasa inggris pun pas-pasan. -kalo suruh pidato bahasa inggris atau bicara formal pasti aku sudah ditendang di kalimat pertama-

Anyway, kami yang di rumah sudah siap-siap untuk taking easy di kerjaan selama Thuy di Jogja buat nemenin (sekalian nyolong piknik. haha)

Hari pertama: Kamis, 19 Januari 2017
Pagi harinya, jam 7 pagi kita ajak Thuy sarapan di kuliner Jogja selanjutnya (kita yang bisa dibilang orang lokal juga suka kesini buat makan kasual..  kalo lagi pengen - jauh jee -): Soto Bathok Mbah Katro di Sambisari (sekali lagi, search google aja kalo belum tahu dan penasaran).
Segeer, enak, disajikan dalam mangkuk bathok kelapa. Jadi kemungkinan kamu bakal pesen dua mangkuk karena besar bathoknya seukuran bra saja. Dan asyiknya lagi, meski dia femes banget, harganya dari dulu baru buka sampe sekarang masih sama, hanya 5000 per porsi. Suka banget deh, dan yang ngelayanin juga ramah-ramah.


Yang lagi maen ke Jogja, harus mampir deh cobain. Datang makin pagi makin oke, karena tempatnya persis di pinggir sawah, jadi kalo pagi, feelingnya bakal enak banget didukung cahaya mentari pagi yang bikin keinget jaman jalan kaki ke sekolah #ketahuananakdesa

Sempet juga kita mampir bentar ke Candi Sambisari yang cuman jalan kaki 15 menit dari tempat makan. Sayang, udah rame aja pagi-pagi, trus mendadak ujaann!
*enggak mendekat karena di TKP sudah penuh orang

* * *
Habis makan langsung dilanjut main seharian di workshop Poyeng Jl Palagan (googling pasti ketemu deh), karena Thuy punya niat mau bawa pulang topi dan syal bikinan sendiri dalam 2 hari. Uwow banget kan?
*dari instagram @poyenghobby
Di workshop Poyeng jalan Palagan yang penuh benang rajut warna-warni mengawe-awe itu, Thuy diajari sama Ria, asisten Poyeng yang lagi jaga. Yup, disini kamu bisa belajar knitting gratis ga pake janjian lho!

Karena Thuy dah sering lihat neneknya merajut dan berkemauan tinggi, langsung dibolehin pegang proyek topi. Demi bisa bikin topi dalam 3 jam, dipilihlah benang dan jarum berukuran paling besar di toko itu (harga tabrak ajaa), dan bener aja, 3 jam kemudian, Thuy memakai 'anak'nya dengan bangga #terharusaya. Kami semua diajakin foto kenang-kenangan pake kamera instax Fuji yang dia punya, trus dikasi satu (yang fotonya ada di paling awal postingan ini). It's instantly became one of my treasure.

Dan pulangnya Thuy masih 'sangu' benang buat bikin syal yang mau dia selesein besok pas perjalanan maen.

Kita mampir makan di warung makan prasmanan baru: Qwadra no MSG di Lempongsari dekat Poyeng -tempatnya bisa dibilang instagramable padahal bukan cafe, dan wifi enabled!-

Malamnya Thuy pergi ketemu temannya yg juga lagi vacation dan nginep di sekitar Prawirotaman buat ngebir bareng. Ngga ikut aku yang ini mah, karena aku engga minum. #havefunajadeh

Hari kedua: Jumat, 20 Januari 2017
hari kedua Thuy pergi main sendiri ngerental mobil ke Candi Cetho (yup, yang di Karanganyar itu) dilanjut ke Gereja Ayam (yang aslinya merpati) di Magelang. E buset dah, staminanya hebat banget deh.

Pulangnya sudah sore, tampaknya Thuy lapar karena di jalan mampir di tempat makan yang engga enak, langsung kita bawa ke sate kambing langganan kita: Jokopi di Jl. Palagan (googling ajaaa) yang berasa plesetannya Jokowi tapi bukan #gojekreceh.

((Engga punya stok foto tempat ini nih, makanannya mengalihkan segalanya #ngeles))

Pasti lapar banget atau enak banget, karena Thuy pesan sate kambing satu porsi, tongseng kambing satu porsi, dan nasi goreng kambing satu porsi, dihabiskan sendiri! #keplokkeplok

Hari ketiga: Sabtu, 21 Januari 2017
Hari ini Thuy hanya punya waktu sampai siang untuk mengejar pesawat ke Lombok buat mantai (kamu puas banget deh main di Indonesianya kak #envydikit). Dia sudah bilang pengen nyobain mbatik. Lucky me, ada workshop batik yang posisinya ga harus menerjang macet di akhir pekan ke pusat kota karena posisinya masih cukup dekat dengan rumah: Batik Sogan Rejodani (silakan googling buat cari info). Dia butik yang jual batik tulis buatan sendiri yang masih buka sampai sekarang dan dulu tempat ini punya resto yang ternyata sudah tutup sebelum sempat kucoba #whyyyy??.

Dan sudah jadi lho syal knitting yang dia kerjain dari dua hari sebelumnya. Uwow!
Dan yang paling asyik, workshopnya engga mahal! Hanya 75.000 dan kamu bisa bawa pulang batik buatanmu sendiri seukuran sapu tangan, dan engga mbeda-bedain turis asing maupun orang lokal. Ibu-ibu pembatik Sogan yang kita gangguin juga asyik-asyik orangnya meski pada sama-sama ga ngerti ngomong apa antara Thuy dan mereka. Seruu! Kapan-kapan ajak temen-temen kesana ah buat 'piknik' mbatik.


Habis puas mbatik, kuanterin aja ke toko oleh-oleh nJogja banget paling kesukaan yang juga sering kudatangi belanja buat dipake sehari-hari: Batik Hamzah yang Jl. Kaliurang atas (udah tahu kan mesti ngapain kalo ga tahu ini dimana? Google manggil tuh.).
Bahkan meskipun Thuy termasuk tomboi, yang namanya cewek kayaknya sama aja ya: suka banget kalo diajak belanja. 3 jam-an ada kali ya disini. Disusur semua dari lante satu sampe lante tiga. Beli kain motif lurik, beli baju-baju buat sendiri dan oleh-oleh, beli aromaterapi wangi kesukaan dan miniatur wayang kulit, bahkan beli CD lagu keroncong juga dia.

Habis itu sebelum nganter ke bandara, kita mampir makan ke Raminten yang tepat ada di sebelahnya. Raminten sendiri ada juga yang di pusat kota di daerah Kota Baru. Rame dan terkenaaall.. Tapi aku lebih suka kesini, ya karena rumahku lebih dekat kesini sih, dan masakannya sama enaknya kok dengan yang di pusat kota. Suasananya juga sama.. waitress-nya (yang semua cowok) pada pake blangkon dan rok batik yang buat cowok (suamiku juga punya kok, cuma dipake pas merti desa aja tapinya). Tempatnya nyaman, berupa joglo dan limasan. Dan selain enak rasanya, yang paling penting masaknya engga pake lama meski rame sekalipun (buat aku rasa enak aja ga cukup kalo masaknya lama, karena aku biasanya pergi ke tempat makan dalam keadaan sudah lapar, males banget kalo mesti dipaksa nunggu setengah jam atau lebih setelah masukin pesanan)


Dari pengalaman diajakin makan di banyak tempat makan enak itu Thuy bilang dia mengerti kenapa aku engga pernah masak (sebenarnya karena ga sempet dan ga hobi sih, tapi aku juga ga suka makan di tempat yang masakanya nggak enak #rewel).

And that's it, sudah ngerasa kangen bahkan sebelum nurunin dia di drop area di bandara Adi Sucipto.

Hope we will meet again ya Thuy, sukur-sukur aku yang ke Vietnam gitu.. #aamiinn

Perjalanan disponsori oleh Ducky -yang kalo Thuy bilang bikin tempat dimanapun dia parkir jadi romantis- (dan sopirnya mas husband Baskara)

*scene dari perjalanan lewat Sindoro-Sumbing beberapa tahun lalu


Salam damai,


ig: @ajeng_poyeng
ajeng-sitoresmi.blogspot.com

Tuesday, January 3, 2017

Kiriman dengan Pos tak tercatat sebaiknya dihindari dulu.

*diantara ribuan buku di gudang Gramedia

Hai hai semuanya,

apakah kamu orang yang suka membaca? Dan yang kamu baca ga harus berbahasa Indonesia? Kalau iya, kamu pasti tahu dong dengan sebuah situs berbasis UK yang menawarkan buku-buku kesukaanmu dengan fasilitas bebas ongkir dan bahkan diskon di buku yang kamu mau itu?

Yup, tak lain tak bukan memang Book Depository!

Oke, ini bukan iklan sama sekali, karena di postingan ini aku mau curhat soal buku yang ga sampai-sampai sejak Oktober 2016, tapi aku ga bisa protes apapun ke situsnya, karena statusnya aku cuma dikirimin dan engga beli sendiri.

Sebelum cerita soal buku yang belum sampai-sampai itu, aku sebenarnya sudah dapat pengalaman tepat sekitar 2 bulan sebelumnya dengan Book Depository yang tiba-tiba lamaa sekali buku yang kupesan sampai. Sebenarnya aku adalah penggemar berat situs ini dan sudah beli disana puluhan kali tanpa ada masalah. Karena pengiriman selalu tepat waktu sesuai estimasi (2-3 hari setelah pembayaran) dan menurutku menunggu 3 minggu itu memang tidak masalah karena bukunya dikirim dari tempat yang jauh. Tapi, pembelian terakhirku ternyata sampai dalam dua bulan!! Aku sampai berpikir bahwa bukuku hilang di jalan dan melapor ke CS Book Depository. Fyuuh, untung saja bukunya akhirnya sampai dengan selamat.

Sebenarnya bukan salah Book Depository juga sih, karena toh mereka selalu mengirim tepat waktu. Dan kemungkinan besar, yang bersalah adalah sistem bea cukai (bener bagian ini kan yang urus?) Pos Indonesia kita yang tercinta, yang entah kenapa bulan-bulan belakangan ini jadi "mengulur" (atau di status terakhir bahkan mungkin "menghilangkan") kiriman buku yang memang statusnya selalu bebas pajak.

*Lihat kumpulan bookmark bonus Book Depository ini.
Ini bukti aku suka beli disana :)
Aku sebenarnya ga masalah jika harus membayar ongkir jika dengan itu aku bisa mendapat nomor resi pengiriman. Tapi sayangnya opsi ini tidak ada di Book Depository. Fasilitas free ongkir yang menjadi andalan situs ini membuat kita mau tak mau harus menerima opsi pengirimannya yang memakai pos tak tercatat.

Nah, sekarang masuk ke cerita inti. Ceritanya pada bulan oktober, untuk pertama kalinya aku janji untuk mereview sebuah buku yang kebetulan berbahasa Inggris, lalu akupun dengan tenang menunggu kiriman buku itu datang. Sebulan sudah lewat, buku masih belum sampai. Aku bertanya deh ke teman yang mengirimi buku itu, ternyata dia mengirim via Book Depository. Duh.. padahal dengan pengamalan terakhir yang aku ceritakan diatas, aku menahan diri untuk tidak membeli dulu ke situs itu.

Okelah, yang sudah terlanjur tak bisa diapa-apakan lagi kan? Maka sejak November 2016, aku setiap minggu selalu datang ke Kantor Pos Indonesia tercinta kita bagian penerimaan kiriman luar negeri untuk menanyakan paket buku atas namaku (ya karena aku tidak punya nomor resi, aku hanya bisa memberikan nama), dan sampai sekarang (2 Januari 2017) selalu dijawab dengan ramah dengan kalimat "belum ada paket atas nama itu".

Aku sudah mutung (nyerah) untuk berharap buku ini akan suatu saat beneran sampai di tanganku. Dan yang paling sedih adalah.. karir review buku yang baru saja ingin coba kumulai sudah pupus duluan sebelum bisa benar-benar dicoba #nangis. Dan aku ga enak banget sama temenku yang udah ngirimin buku.

*hey potterhead, kalung ini bisa kamu dapatkan di [sini] #ngiklandikitAh
Aku sebenarnya tidak tahu untuk barang jenis lain, tapi ada baiknya jika kamu membeli barang dari luar negeri, hindari dulu memakai pengiriman Pos tak tercatat, apalagi kalau barangmu bebas pajak. Membayar sedikit lebih banyak untuk Pos tercatat atau lebih baik lagi memakai EMS akan sangat menghemat waktu menunggumu (dan juga kesehatan mentalmu. Karena menunggu tanpa kepastian itu menyebalkan). Dan ga perlu pakai jasa pengiriman swasta seperti DHL jika masih bisa memakai Pos atau EMS. *Aku sampai sekarang masih secara reguler membeli barang dari luar negeri dan karenanya secara reguler juga berurusan dengan kantor pos, jadi saran ini lebih berdasar pengalaman. Tapi, buku ini sepertinya terpaksa harus kurelakan. #nangislagi

Belakangan, karena aku sepertinya tidak akan tahan tidak membeli buku berbahasa Inggris, aku mencoba mencari alternatif tempat membeli yang pengirimannya memakai nomor resi, dan setelah membanding-bandingkan harga (meskipun juara murah tetap Book Depository) sepertinya Periplus Online menjanjikan untuk dicoba. Bagaimana menurutmu? Apa kamu juga punya pengalaman seperti ini yang ingin kamu bagi?


Salam damai,


ig: @ajeng_poyeng
ajeng-sitoresmi.blogspot.com

Thursday, July 14, 2016

Cerita Mudik trip 2016 : Jogja - Purbalingga - Jogja - Sragen - Jogja

*Salah satu jalur alternatif yang kuambil ketika mudik lebaran kemarin.
Langit biru indah tanpa gangguan kabel-kabel listrik dan papan reklame :D
Mudik tahun ini kami mulai 2 hari sebelum hari raya Idul Fitri. Proses berangkat dari Jogja ke Purbalingga terasa biasa saja karena kami berangkat hampir tengah malam, dan jalanan masih cukup lengang sehingga kami hanya lewat jalur umum yang memang biasa dilewati.

Aku juga tidak sempat jalan-jalan kemanapun, karena suasana sudah keburu ramai di rumah. Di satu-satunya kesempatan jalan-jalan di Purbalingga, aku bisa mendapatkan foto menarik ini. Sayang, saat itu aku hanya membawa ponsel dan bukan kamera DSLR. Jadi kami harus mengekor beberapa waktu di belakang mobil sebelum bisa mengambil foto dengan stabil. :E

*bukan hal biasa buat aku melihat orang menumpang mobil bak terbuka dengan posisi duduk yang seperti ini.
Tenang dan sambil menghadap depan. (biasanya menyamping)
Kesempatan bermain-main dengan kamera DSLRku yang sempat kucueki selama 3 hari, akhirnya datang ketika perjalanan pulang dari Purbalingga ke Jogja di lebaran lebih sehari. Yup, ini saatnya bermain-main dengan GPS dan mencari jalur alternatif yang sesepi mungkin. 

Buat aku, lebih baik perjalanan menjadi lebih lama, dari pada di jalan harus bertemu terlalu banyak kendaraan #beteKaloKetemuTerlaluBanyakOrang.

Perjalanan pulang kali ini, kami memilih jalur terpendek yang ditunjukkan oleh Google Navigation, sekaligus jalur yang paling tidak populer di kalangan pemudik. Yup, karena jalan ini melibatkan menaiki dan menuruni jalan perbukitan yang curam, dengan jurang di kiri atau kanan jalan. Mobil harus dalam keaadan prima jika memutuskan melewati jalan ini. Mobil kami bahkan sempat mogok sekali di tanjakan karena suamiku salah ambil gigi #tegang.

But the views is worth waiting!

*jalan lengang tapi tetap tidak bisa ngebut. Tikungan dan tanjakan/turunan menantimu.
*melewati jajaran hutan pinus. What a view!
Persis setelah kami melewati hutan pinus, kami bisa melihat hamparan air yang luas! Karena kami sampai di waduk Sempor, Kebumen.

Sudah lama sekali sejak terakhir aku mengunjungi sebuah danau atau waduk. Menyenangkan sekali bisa melihat air luas tanpa ombak kencang seperti jika ke pantai. Air yang tenang itu menenangkan hati. ^ ^

Kami beristirahat sejenak sambil selfi beberapa kali disana. #biasalahNamanyaJugaTuris.

*istirahat sejenak di parkiran Waduk Sempor, Kebumen (search aja di google).
Pemandangan waduknya menenangkan!
Menuju pusat kota Kebumen, mau tak mau kami harus melewati jalur mudik yang biasa. Sudah dapat diduga macet parah menanti di perjalanan. Dari pada bosan melihat pantat mobil di depan, aku akhirnya malah berusaha selfi keadaan kursi depan kami. Percobaan berkali-kali membuat batere kameraku hampir habis. #haha. Taruh dulu deh kameranya untuk nanti.

*keadaan kursi depan kami.

Suasana kembali kondusif, ketika kami berhasil menemukan jalur alternatif lain supaya lebih cepat masuk ke jalur Daendels tanpa harus lewat kota. Menyusuri jalur menuju pantai, disambung ke jalan Daendels itu sungguh menyenangkan. Less cars, less stress. 

Sempat kelaparan juga sebelum akhirnya menemukan warung makan yang buka di hari lebaran. Alhamdulillah. :D
*lihat! cakrawala laut selatan terlihat di ujung setiap muara sungai di setiap jembatan yang kami lewati sepanjang jalur Daendels.
*Jalur yang dulu banyak lubang, sekarang halus dan lebar.
* suasana lebaran tak berarti berhenti bekerja.
Semua foto perjalanan ini diambil memakai mode Speed tanpa memelankan laju kendaraan.
Sesampainya di Yogyakarta, sebenarnya kami bisa langsung menuju rumah melalui jalur Wates. Tapi suami memutuskan untuk jalan-jalan dan menghabiskan jalur Daendels hingga jalan Bantul. Di beberapa tempat kami akhirnya mencari jalur alternatif lagi untuk menghindari kemacetan yang parah.

*senja di langit Bantul, DI. Yogyakarta
*matahari terbenam ketika kami sampai ke kota Bantul.
Akhirnya kami sampai di rumah juga dan disambut oleh kucing kami yang jaga rumah selama tiga hari selama kami tinggal ke Purbalingga. Tidur semalam, mudik dilanjut lagi besok.. ke Sragen. Istirahat-istirahat!

Lebaran lebih dua hari. Esoknya selepas Dhuhur, kami berangkat mudik kedua: Jogja menuju Sragen. Memasuki hari kedua setelah lebaran, sudah tak perlu dipertanyakan bagaimana keadaan jalan raya. Warna merah macet dimana-mana! Itulah mengapa ketika kami hampir masuk surakarta, kami memilih jalur klewer, dan untuk selanjutnya main belok sana belok sini demi sebisa mungkin menghindari warna merah di jalur, hingga kami melewati pusat kota.

Kabar baiknya sih, jalan di penjuru kota Solo sudah diaspal dan halus, sehingga kami tidak merasa melewati pedesaan.

Menuju Sragen, sebenarnya kemacetan masih bisa ditolerir. Tapi karena sepertinya asyik jika mencoba sampai ke rumah lewat jalan belakang, maka ketika gambar di Google Maps sepertinya memungkinkan, kami keluarlah dari jalur utama dan berpetualang lagi. #haha.

And, these what we've got!

*Okeee. jalurnya memang besar dan muat mobil. Tapi bentuknya itu lho.. hahaha. Tetap lanjut!
* kamu bisa lihat di ujung jalan, beberapa motor menunggu kami lewat. Karena memang jalurnya kami ambil semua. Haha.
*Astajim, ada traktor diparkir di jalur! Dicari pemiliknya ga ketemu juga.
Deg-degan, kita berusaha lewat. sumpah.. mepeeett banget sama sawah. Kalo tanahnya ga kuat, udah masuk sawah kita.
*permisi numpang lewatt... :D
*ga ada tiang dan kabel listrik. Apalagi papan iklan. :D
*Ini adalah jalan kampung biasa, pemandangan yang tidak bisa didapat jika lewat jalur utama biasa.
Di rumah Sragen sudah tidak begitu ramai karena beberapa kerabat sudah balik ke rumah masing-masing. Ada yang hari liburnya pendek banget.

Kami malah bermain-main dengan anak anjing di rumah, sebelum mereka diadopsikan. XD

*lima anjing dalam satu pelukan! cuteness overload!!
Lebaran lebih tiga hari, kembali menuju Jogja, asyik sekali karena ada kesempatan melewati jalan tol Sragen-Solo yang masih dalam proses pembangunan itu. Lumayan, meskipun belum bisa dipakai ngebut, tapi lengang dan pemandangannya luas. 

*Ini sudah masuk jalan Tol. Serasa lewat jalur alternatif tengah kampung dan sawah.
*penduduk lokal masih bisa lewat dengan leluasa.
Pstt.. spot ini juga jadi favorit untuk jadi tempat foto-foto lho. Mungkin karena tiangnya yang miring tampak menarik.
Mulai keluar dari tol, kami harus putar otak lagi menyiasati warna merah macet, maka kami memutuskan lewat jalur Sukoharjo, supaya keadaan perjalanan menjadi lebih menyenangkan lagi.

*episode kedua, dari selfi keadaan kursi depan
Sebelum sampai Jogja, kami mampir dulu silaturahmi ke rumah sahabat di Klaten. Lumayan meluruskan kaki selama 1-2 jam.

Perjalanan ke Jogja sekali lagi kami siasati dengan berbelok ke kanan sebelum candi prambanan, supaya bisa langsung keluar di Jl. Kaliurang KM 9 (make Google navigation dengan tujuan Tengkleng Gajah. haha). Karena sudah malam, tidak ada foto yang bisa kuambil dan tidak ada pemandangan yang bisa dilihat. Tujuan utama kami hanya supaya bisa segera sampai rumah dan tidurrrrrrrrrr.... *besoknya masih mesti syawalan di kampung dan di jogja. ^ ^; Dan juga siap-siap kerja lagiii.. 

Tips berkendara mudik lebaran lebih bebas stress: 

Gunakan Google Maps-mu semaksimal mungkin. Jangan hanya mengambil jalur yang disarankan. Perhatikan warna jalur yang kamu pilih, warna merah artinya daerah itu macet. Lihat-lihat di sekitar jalur tersebut, apakah ada jalan lain yang bisa diambil yang akan membawamu menghindari jalur berwarna merah tersebut tanpa menyimpang terlalu jauh dari tujuan akhir perjalananmu.

nb: Cara berkendara ini hanya bisa dipakai untuk tim minimal 2 orang (satu menyetir, satu sebagai navigator). Dan tim adalah orang yang tidak masalah jika sampai tujuan lebih lama dari pada lewat jalur utama yang macet. Tim juga harus kompak dan saling mempercayai satu sama lain ya, karena sopir ga bakal sempet cek jalur, jadi navigator yang tanggung jawab pastiin jalurnya nyambung.

It's not about the destination, it's about the journey. ;)



ajeng-sitoresmi.blogspot.com

Saturday, June 25, 2016

DIY: Studio Foto Mini dari Kotak Kardus


Aku tipe yang suka dan sudah terbiasa memotret benda-benda kecil (sebut saja: benang rajut) pake bantuan cahaya matahari langsung sebagai pencahayaan. Tapi akhir-akhir ini susah banget cari waktu yang tepat karena sering banget hujan, atau malah harus pergi sampai malam.

Makanya, kupikir ini saatnya aku mencoba mempraktekkan tutorial-tutorial cara membuat studio foto mini dari kardus yang sudah beberapa kali kutonton dulu. Murah dan mudah dibuat! :D

Bahan dan alat yang disiapkan:
  1. Kardus sesuai ukuran yang dimau. Se-kubus mungkin semakin bagus.
  2. Kertas tipis. (aku memakai kertas roti)
  3. Inkjet paper (karena katanya ini paling pas dipakai sebagai background foto, tapi kamu bisa memakai kertas jenis lain kok.)
  4. Plester bolak-balik
  5. Penggaris
  6. Cutter
  7. Pensil
  8. Dua buah lampu belajar yang memakai lampu LED tipe daylight


How to:
  • Dengan penggaris, pensil, dan cutter, buat lubang segiempat di tiga sisi kardus. Aku menyisakan 1.5 inci (4 cm) dari tepian kardus. 
  • Masih dengan penggaris, pensil, dan cutter, potong segiempat kecil di bagian tengah dari salah satu sisi tutup kardus yang fungsinya untuk lubang intipan ketika memotret.
  • Potong kertas roti sesuai ukuran tiga sisi kardus yang sudah dilubangi.
  • Tempelkan dari sisi dalam kardus memakai plester bolak balik, kertas roti yang sudah kamu potong.
  • Plester mati bagian tutup kardus yang tidak dipotong (yang tidak ada lubang intipannya).
  • Sekarang sisi kardus yang tidak dipotong akan menjadi dasaran dari studio foto minimu, dan bagian tutup kardus yang diplester mati menjadi bagian belakang dari studio foto minimu.
  • susun inkjet paper menjadi sebuah lembaran besar dan tempel di bagian belakang studio foto minimu.
  • Dan jadi deh. Jika sedang memakainya, gunakan lampu belajarnya di sisi kiri dan kanan kardus, dan gunakan lubang intipan untuk meletakkan kamera (bisa dalam posisi ditutup ataupun dibuka) .

Kamera yang dipakai tak harus DSLR seperti foto diatas. Kamu juga bisa memakai kamera saku atau smartphonemu dengan bantuan tripod kecil untuk menjaga supaya gambar tidak goyang.

Dengan ini, meskipun tengah malampun, asal sedang tidak mati listrik, jadi bisa foto produk kapan saja deh.. :D

Contoh hasil foto memakai bantuan studio foto mini ini:

  

Peringatan: Jauhkan dari jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan, atau studio foto minimu tidak akan berumur panjang. :p

Ini adalah salah satu video youtube yang kupakai untuk referensi:




@ajeng_poyeng
ajeng-sitoresmi.blogspot.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...